DI tanah suci Mekah dan Madinah, terdapat tempat-tempat mustajab (makanul mustajab) untuk memanjatkan doa atau memohon segala sesuatu kepada Allah SWT. Tempat itu adalah Hajar Aswad, Multazam, Maqam Ibrahim, Hijir Ismail, sumur Zamzam (di sekitar Kabah), Shafa, dan Marwah (areal Sa’i). Selain itu, juga Jabal Rahmah, Arafah, Mudzalifah, Mina beserta ketiga Jumrah (pada musim haji dan umrah) serta Raudlah di Masjid Nabawi Madinah.
Keberadaan makanul mustajab itu, melengkapi waktu-waktu mustajab (sa’atu mustajab) untuk berdoa di mana saja, seperti pada waktu sepertiga malam, antara azan dan iqamat, setelah salat fardu, ketika berpuasa, dalam perjalanan, dan sebagainya.Orang yang berdoa pada waktu yang tepat, apalagi di tempat yang tepat, kemungkinan besar akan mustajab. Makbul. Mendapat perkenan Allah SWT. Apalagi Allah SWT memerintahkan orang-orang untuk berdoa kepada-Nya dan niscaya mendapat pengabulan. Ud’uni astajiblakum.
Jika, ternyata doa sudah dilakukan pada waktu yang tepat, dan tepat yang tepat pula, tapi belum dikabulkan saja, mungkin ada sesuatu kendala pada diri para pendoa. Jadi, tak perlu menyalahkan waktu dan tempat, melainkan harus mengoreksi diri.
Seorang ulama sufi termashur, Ibrahim bin Adham (wafat 782 M), menunjukkan kendala-kendala yang menghalangi keterkabulan doa pada diri setiap orang yang mencakup 10 (sepuluh) macam.
1.Araftullaha wa lam tu’iddu haqqahu. Mengaku mengenal Allah, tapi tidak memenuhi hak-hak-Nya (beribadah kepada-Nya).
2.Qara’tumul Quran wa lam ta’maulu bihi. Suka membaca Alquran, tapi tak pernah mengamalkan isinya.
3.Id’aitum hubbu Rasulillahi wa taraktu sunnatuhu. Mengaku cinta kepada Rasulullah, tapi tak pernah menjalankan sunnah-sunnahnya.
4. Id’aitum udwanasy syaitani wa ata’tumuhu. Mengaku memusuhi syaitan tapi taat kepadanya.
5.Id’aitumunnajaha minannari wa ramaitum anfusakum ilaiha. Mengaku membenci neraka, tapi menjerumuskan diri ke dalamnya.
6.Id’aitum dukhulal jannata wa lam ta’maluhu. Mengaku ingin masuk surga, tapi tak pernah melakukan perbuatan yang membawa ke arah itu.
7.Qultum annal mauta haqqun wa lam tasta’iddullahu. Mengakui bahwa maut itu haq, tapi tak pernah bersiap menghadapinya.
8.Istaghaltum bi uyubi uyubi ikhawani wa la tarauna uyuba anfusikum. Sibuk memperhatikan aib orang lain, mengabaikan aib diri sendiri.
9.Akaltum ni’mataRabbikum wa lam tasykurullahu. Terus-menerus memakan nikmat Allah tapi tak pernah mensyukurinya.
10. Adafantum mautakum wa lam ta’tabiru bihim. Sering menyaksikan penguburan mayat, tapi tak pernah mengambil contoh darinya.
Itulah sepuluh kendala penghambat doa yang dikemukakan Ibrahim bin Adham, berdasarkan pengalamannya sebagai salah seorang manusia yang doanya selalu makbul. Tapi Ibrahim bin Adham pernah juga ditolak doanya, akibat sebuah kesalahan kecil di luar kesepuluh kendala tersebut.
Syekh Syihabudin al Qalyubi, penulis kitab “Al Nawadir” mengisahkan. Ibrahim bin Adham selesai beribadah di Masjidil Haram, ke luar membeli satu kilogram kurma untuk bekal di perjalanan ke Masjidil Aqsa.
Pedagang kurma yang dituju Ibrahim sudah berusia tua. Tangannya sudah gemetar ketika menimbang dan membungkus kurma. Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak dekat bungkusan kurma yang sudah dibelinya, maka diambillah kurma itu dan dimakannya. Lalu pergi. Sesampai ke Masjidil Aqsa, Ibrahim langsung menuju Kubah Sakhra akan beribadat di situ.
Dua malaikat yang ada di dekat bekas kiblat umat Islam itu, terdengar bercakap-cakap. “Itu Ibrahim bin Adham yang doanya makbul,” kata Malaikat yang satu.”Memang Ibrahim bin Adham. Tapi doanya tidak lagi makbul,” jawab Malaikat satu lagi.
“Mengapa ?” “Ia telah memakan sebutir kurma tanpa hak, sehingga bernilai kotor dan haram. Itulah penghalang kemakbulan doanya.
Ibrahim bin Adham terkejut luar biasa. Ia segera membatalkan niatnya beribadat di masjid tersuci ketiga itu. Ia teringat akan sebutir kurma yang ia makan di tempat pedagang kurma tua dekat Masjidil Haram. Ternyata kurma milik orang lain, yang belum masuk ke dalam kurma yang dikilonya.Segera ia berangkat lagi ke Mekah dengan tujuan untuk meminta penghalalan sebutir kurma tadi. Tiga bulan di perjalanan. Datang ke Mekah, pedagang kurma tua sudah meninggal.
Mudah-mudahan kita, para jamaah haji, mampu mengatasi sepuluh kendala plus menjauhi makanan haram walau senilai sebutir kurma, agar doa kita terkabul.
0 ulasan:
Catat Ulasan